p ILUSI SMASA: Cerita Mocel

Senin, 05 November 2012

Cerita Mocel



Terik matahari menyilaukan seluruh kota membuat setiap mata segera menyipit. Siang ini tetap menjadi siang yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Hanya saja entah mengapa tiba-tiba Gio teringat oleh kedua orang tuanya yang tak pernah ia temui. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia harus menjalani hidupnya tanpa kedua orang tuanya. Ia hanya mengenal kakek dan neneknya yang telah mengasuhnya sejak ia masih sangat kecil. Gio tidak bisa mengingat apapun mengenai kedua orang tuanya. Begitu pula dengan kenangan-kenangan yang pernah mereka lalui, tak satupun yang ia ingat. Bahkan setiap Gio menanyakannya pada kakek ataupun neneknya mereka selalu bungkam. Gio tidak pernah mengerti maksud dari semua ini. Hal inilah yang tiba-tiba datang dalam pikirannya dan mengganggu setiap langkahnya menuju rumah.
“Apa yang sedang kupikirkan”, gumam Gio pada dirinya sendiri dan seketika itu ia menabrak seorang gadis yang berada tepat di hadapannya.
Brugg, suara itu mengagetkan setiap mata yang berada disekitar Gio dan gio pun segera berdiri. Ia menjulurkan tangannya pada gadis tersebut. Gadis itu pun menerima uluran tangan gio dan segera berdiri.
“Maaf”, ucap Gio
“Tak apa”, jawab gadis berambut cokelat itu tanpa basa-basi dan segera pergi.
“Hei tunggu”, seru Gio tapi gadis itu terus berjalan tanpa menoleh pada Gio sedikitpun.
Gio pun merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi pikirannya tentang gadis itu serentak menghilang ketika Gio ingat bahwa ia harus segera pulang karena hari ini ia akan merayakan hari jadi kakek dan neneknya.
Gio sudah berada tepat di gerbang rumahnya. Rumah itu tampak aneh, ramai oleh manusia-manusia lain yang ia yakin bahwa mereka adalah tetangganya. Melihat itu, Gio berlari medekat dan menemukan kakek dan neneknya sudah tak berdaya. Gio tersentak, ia tidak bisa berpikir untuk sejenak itu. Setelah terdiam sesaat, ia berlari meninggalkan rumah itu.
Gio masih berlari, tak tau arah dan tujuan. Ia hanya terus berlari karena tak sanggup menerima apa yang telah ia saksikan. Ia tak bisa membayangkan hidupnya setelah ini, tanpa kedua orang tuanya, dan sekarang tanpa kakek dan neneknya.
Gio tak mungkin tinggal sendiri. Ia tak mungkin bisa membiayai kebutuhannya sendiri mengingat usianya yang masih muda itu. Pikirannya kacau untuk saat ini, ia masih belum bisa memahami apa yang terjadi dalam hidupnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti begitu saja ketika melihat rumah yang ada di depannya. Gio tau tempat apa itu. Ternyata langkah kakinya membawanya pada tempat dimana ia akan tinggal untuk selanjutnya.
Sebuah panti asuhan berada tepat dihadapannya. Langkah kakinya membawa Gio masuk ke panti asuhan itu. Di sana terlihat sangat menyenangkan. Gio pun tergoda untuk tinggal dipanti asuhan tersebut. Gio mencari-cari pengurus panti asuhan itu. Akhirnya Gio menemukan ruangan yang ia yakin adalah kantor pengurus panti asuhan. Gio mengetuk pintu ruangan itu dan terdengar suara dari dalam yang memintanya untuk masuk.
“Hai, selamat pagi”, seru seorang perempuan yang terlihat segar dengan badannya yang besar.
“Hai”, jawab Gio.
“Siapa namamu nak?”, tanya perempuan itu.
“Gio”, Gio menjawab.
“Baik Gio, dengan siapa kau kemari?” tanyanya lagi.
“Aa..  ku.. se.. sendiri”, jawab Gio terbata-bata.
“Dimana orang tuamu Gio?” perempuan itu terlihat bingung. Namun Gio tidak menjawab pertanyaan perempuan itu.
“Baiklah Gio, kau bisa tinggal di sini”, perempuan itu berkata seolah-oalh bisa membaca pikiran Gio.
“Namaku Wina, kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu Gio”, ucap perempuan berbadan besar itu. Mendengar itu, Gio segera keluar dari ruangan itu dan ia mendapati seorang gadis dibalik pintu yang ia buka. Gio tersentak kaget namun, ia segera sadar bahwa kedatangannya pasti menjadi sebuah perhatian untuk beberapa anak, dan salah satunya adalah gadis yang berada di depannya itu.
“Hai Gio, benarkan itu namamu? Gio?”, sapa gadis itu.
“Hai, benar itu namaku. Siapa namamu?”, tanya Gio.
“Aku Angel, jadi kau akan tinggal bersama kami?”, tanya Angel dengan mata berbinar-binar.
“Ya, aku akan tinggal di sini”, jawaban Gio membuat Angel berteriak pada teman-temannya memberi isyarat bahwa ada teman baru. Gio kaget melihat Angel dan tangannya segera ditarik untuk keluar menuju halaman oleh gadis supel itu. Gio merasa mendapatkan hal baru yang akan membuatnya bahagia untuk kedepannya.
Malam pertama Gio di rumah barunya terasa menyenangkan. Begitu pula dengan teman-temannya yang baru saja ia kenali hari ini tapi, mereka semua bersikap baik padanya. Belum satu hari penuh Gio menjalani harinya di panti asuhan ini tapi, ia merasa sudah tinggal lama. Akhirnya malam itu menjadi malam yang indah bagi Gio.
Matahari kembali bangun dari tidurnya. Mata Gio perlahan terbuka tak lupa dengan senyuman yang tersungging dibibirnya. Pagi ini, pagi pertama Gio tanpa kakek dan neneknya tapi ia tidak akan merasa kesepian. Gio sudah menemukan pengganti keluarganya yang telah meninggalkannya sendiri. Sekarang ia tidak lagi memiliki alasan untuk sedih ataupun merasa kesepian. Gio sudah menemukan orang yang sayang terhadapnya yaitu teman-temannya dan tentu saja Bu Wina dan beberapa pengurus lainnya.
Setelah beberapa saat, Gio bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Ia segera membasuh mukanya dan tiba-tiba terdengar suara seorang gadis memanggilnya. Gio segera mencari-cari sumber suara terebut tapi, Gio tidak menemukan apapun. Sesaat Gio berpikir mungkin itu hanya suara temannya yang sengaja mengerjainya. Suara itu pun terdengar kembali dan kali ini semakin jelas. Gio terus mencari-cari suara itu dan tetap saja tidak menemukan apapun. Setelah pencariannya itu tidak berbuah apapun, Gio memutuskan untuk menemui Angel.
Angel sedang duduk si ruang makan sambil menikmati sarapannya. Melihat Gio yang sepertinya sedang mencari-cari sesuatu, Angel memanggilnya. Gio segera menghampirinya dengan berlari.
“Hei ada apa Gio?”, tanya Angel.
“Aku mengalami hal aneh!”, jawab Gio dengan yakin.
“Apa yang baru saja kau katakan?”, tanya Angel terheran-heran.
“Ya, aku mengalami hal an..”, ucapan Gio terpotong begitu saja saat Angel menyeretnya keluar. Angel terus berjalan sambil memegang tangan Gio tanpa memperdulikan Gio yang sedang protes terhadap tindakannya. Setelah sampai di taman dengan sebuah kolam kecil tanpa ikan itu Angel mengeluarkan suaranya.
“Aku tidak dapat mendengar suaramu dalam keramaian”, ucap Angel santai. Meskipun gadis itu luar biasa supel, sikapnya bisa berubah mendadak menjadi sangat dewasa.
“Maaf, tapi apa yang aku katakan tadi benar. Aku mendengar suara perempuan saat aku berada di kamar mandi dan saat aku mencarinya, aku tidak menemukan apapun. Kau harus percaya itu!”, Gio bercerita sampai lupa bernafas.
“Aku percaya”, jawab Angel.
“Jadi kau percaya padaku? Jangan-jangan kau juga mengalaminya, benarkah itu?”, jawaban Angel membuat Gio penasaran. Tanpa basa-basi Angel menceritakan semua pada Gio. Pengalaman pertamanya saat bertempat tinggal di panti asuhan tempat mereka tinggal.
Angel datang pada siang hari. Sampai keesokan harinya semua terasa menyenangkan dan baik-baik saja. Berbeda dengan malam kedua, saat itu Angel sedang duduk di halaman depan panti asuhan dan terdengar suara yang sama dengan yang Gio ceritakan. Angel segera mencari-cari sumber suara itu dan tidak menemukan apapun. Paginya, Angel menceritakan hal itu pada Bu Wina tapi, ia tak pernah berkomentar apapun dari cerita Angel. Malam selanjutnya pun masih sama. Suara itu tetap terdengar dan tidak ada satupun yang mempercayainya. Sampai akhirnya Angel menyerah dan tidak mendengar suara itu lagi.
Gio merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bu Wina dan pengurus-pengurus yang ada di panti asuhannya. Gio membuat beberapa dugaan bersama dengan Angel yang tadinya memilih untuk tidak peduli dengan hal itu. Akhirnya ia dan Angel mecari petunjuk untuk memecahkan miteri ini. Mereka juga mengajak beberapa teman tapi, tak ada yang menanggapi ajakannya kecuali si rambut keriting, Dion. Ternyata Dion juga mengalami hal serupa dan hal itu masih membuatnya penasaran hingga saat ini.
Mereka bertiga memulai penyelidikan itu dengan sekedar bertanya-tanya dengan pengurus-penguru panti asuhan. Mulai dari Bu Wina, pak kebun, koki-koki panti asuhan, satpam, juga anak-anak panti asuhan yang sudah tinggal lebih lama. Sayangnya tak satupun  dari mereka yang mau memberinya sebuah petunjuk. Bahkan sedikitpun petunjuk. Hal itu membuat Angel dan Dion ingin menyerah dari penyelidikan mereka yang tidak membuahkan hasil apapun. Berbeda dengan Gio yang semakin yakin dengan dugaannya. Tak mungkin tidak ada apa-apa jika mereka semua seolah-olah seperti menyembunyikan sesuatu.Hari ini cukup untuk penyelidikan sia-sia itu. Gio dan Dion berjalan ke kamar mereka dan memutuskan untuk beristirahat.
Belum sampai matanya tertutup, Gio kembali mendengar suara itu. Suara yang seolah-olah memakanya untuk bisa menemukannya. Gio bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman. Ia berjalan kea rah jendela kamarnya dengan piamanya yang kebesaran. Tiba-tiba saja celananya tersangkut dilantai kamarnya yang terbuat dari kayu. Seketika itu Gio jatuh dengan suara yang sangat mengganggu dirinya sendiri. Gio merasa kesakitan dan ingin bangkit dari tempat ia terjatuh. Niatnya terurungkan saat melihat lantai kayu kamarnya yang setengah terbuka akibat dari celananya yang tersangkut itu. Gio segera mendekat ke lantai itu dan mengetuknya. Setelah yakin, Gio mencoba mengangkat lantai kayu itu dan usahanya sama sia-sianya dengan penyelidikannya hari ini. Karena hari sudah malam dan matanya sudah memaksanya untuk terpejam, akhirnya Gio menyerah dan tertidur pulas di lantai.
Suara kokokan ayam mengagetkan Gio dari tidurnya yang lelap. Sejenak ia terheran menemukan dirinya tertidur di lantai kamarnya. Ia segera menuju kamar mandi dan bersiap untuk sarapan paginya. Gio sudah duduk di tempat makan sambil menikmati roti bakar buatan Bu Fia yang sudah bekerja kurang lebih lima belas tahun di panti asuhan itu. Setelah meminum susunya, Gio segera mencari sosok Angel. Tepat ketika Gio berada di depan pintu depan, sebuah tangan lain meraih tangan kanannya. Gio sudah yakin bahwa itu adalah Angel bahkan sebelum ia menoleh pada pemilik tangan itu.
Angel dan Gio sudah berada di dekat kolam tanpa ikan itu. Mereka berdua sama-sama tak mengerti maksud dari kolam yang hanya berisikan air itu.
“Aku mengalaminya lagi”, suara Angel memecahkan keheningan antara mereka. Tepat saat itu Dion datang dan ikut mendengarkan cerita Angel. Gio tersentak mendengar cerita Angel dan ia ingat dengan lantai kayu kamarnya yang setengah terbuka itu. Gio segera mengajak Angel dan Dion menuju kamarnya. Sejenak Angel dan Dion merasa aneh dengan kamar milik Gio. Lantai kamar Gio berbada dengan lantai kamar lainnya. Begitu pula dengan perabotan yang ada di kamar Gio, semua tampak berbeda. Gio segera menunjukkan lantai kamarnya yang setengah terbuka itu pada Angel dan Dion.
“Pasti ada sesuatu di bawah sana!”, seru Dion pada keduanya. Sementara Gio sibuk mencari alat yang dapat membantunya untuk membuka lantai itu. Setelah menemukannya, Gio segera kembali dan beruaha membukanya. Sepuluh menit berlalu dan Gio bersama dengan Dion tidak berhasil membukanya. Tiba-tiba terdengar suara lantai kayu yang terbuka dan serentak Gio bersama dengan Dion melihat kea rah lantai itu. Angel telah berhasil membukanya. Ternyata gadis itu lebih pintar darinya.
Gio dan Dion segera menghampiri Angel dan melihat ke lantai yang sudah terbuka itu. Dion benar, terdapat sebuah ruangan yang tampaknya sudah tua. Angel yang masih memegangi lantai kayu itu menunjukkan ekspresi yang mengkhawatirkan bagi Gio maupun Dion.
“Ada apa Angel?”, tanya Dion.
“Lihatlah!”, jawab Angel sambil mengulurkan lantai kayu kamar itu. Gio dan Dion terkaget saat melihat cap yang berbentuk jari manusia dewasa di balik lantai kayu itu. Keduanya semakin terkejut saat mengetahui cap itu dari darah yang sudah mengering dan tertutupi oleh debu. Ketiganya saling pandang untuk sesaat.
“Kita harus turun sekarang juga!”, suara Gio memecah ketegangan.
“Bbb.. baiklah”, jawab Dion terbata-bata yang diikuti dengan anggukan Angel. Dengan ragu-ragu, Gio menuruni tangga yang menuju ruang bawah tanah itu disusul oleh Dion dan Angel.
Setelah semua sampai di ruangan itu, Gio segera mengarahkan kedua temannya untuk mencari petunjuk di arah yang berlawanan. Mereka bertiga segera berpencar dan mencari petunjuk. Tiga puluh menit sudah ketiganya dalam ruangan itu. Gio menemukan beberapa tulisan tangan tanpa nama yang berceritakan tentang cerita yang sama sekali tak bisa ia pahami. Gio terus mencari-cari sampai akhirnya menemukan sebuah foto yang sudah kusam. Foto seorang gadis berambut panjang dengan sebuah boneka beruang berwarna cokelat muda tersenyum ke arah kamera yang memotonya. Gio segera memanggil kedua temannya dan menunjukkan foto itu. Angel yang menerima foto itu sesaat terkejut melihat foto itu. Dion dan Gio bingung melihat ekspresi wajah Angel.
“Gadis ini…”, ucap Angel.
Mendengar itu Gio memutuskan untuk kembali ke kamarnya dengan kedua temannya dan dengan petunjuk pertamanya itu. Ketika lantai kayu itu tertutup kembali, terdengar suara isak tangis Angel. Gio dan Dion saling pandang melihat temannya itu. Ketika ditanya, tangis Angel semakin menjadi-jadi. Hal itu membuat keduanya mengurungkan niat untuk bertanya. Mereka membiarkan Angel untuk menangis.
Ketika tangis Angel sudah mereda, mereka bertiga segera keluar dari kamar Gio menuju kantor panti asuhan tempat Bu Wina berada. Mereka sudah berada tepat di depan pintu kantor itu. Gio segera mengetuknya dan Bu Wina mempersilahkan mereka untuk masuk. Terlihat ekspresi wajah Bu Wina yang tidak seperti biasanya dan ia segera bertanya pada ketiga anak di depannya.
“Ada apa kalian kemari?”, tanya Bu Wina ingin tau. Tangan Angel terulur dan menaruh selembar foto yang ditemukan oleh Gio. Melihat foto itu Bu Wina terkejut bukan main.  Ia menyuruh Angel untuk menyingkirkan foto itu dari hadapannya. Gio dan Dion terheran-heran melihat tingkat Bu Wina. Angel yang sedari tadi menundukkan wajahnya segera bersuara.
“Apa ibu mengenal gadis itu? Gadis itu Jenny bukan? Dimana ia sekarang?”, pertanyaan-pertanyaan itu begitu saja keluar dari mulut Angel. Mendengar ucapan Angel, Gio dan Dion semakin bingung. Tiba-tiba Bu Wina menjerit memerintahkan Angel, Gio, dan Dion untuk keluar dari ruangannya dan menyingkirkan foto itu.
Mereka bertiga tidak bisa membantah Bu Wina. Dengan perasaan yang bercampur aduk ketiganya meninggalkan Bu Wina sendiri. Gio dan Dion masih bingung dengan semua ini. Angel kembali menangis dan Gio mengantarnya ke kamar Angel. Gio sempat terkejut saat berada di kamar Angel. Kamar Angel memiliki lantai yang berbeda dengan lantai kamarnya. Setelah Angel memutuskan untuk tidur, Gio segera keluar dan menuju kamarnya. Ia masih penasaran dengan teka-teki ini. Gio memutuskan untuk menuju ruang bawah tanah itu lagi. Gio sudah berada di dasar dan mulai mencari petunjuk-petunjuk lain. Tak lama ia sudah mengumpulkan banyak petunjuk. Mulai dari buku harian, lembaran-lembaran kertas, boneka, dan sebuah surat. Gio memutuskan untuk kembali ke kamarnya saat ia mendapati sebuah kain putih panjang menutupi sesuatu dibaliknya. Gio mengurungkan niatnya dan mendekati kain itu. Sejenak ia berpikir dan akhirnya kedua tangan Gio meraih kain itu dan menariknya. Gio terkejut melihat apa yang ada dibaliknya, sebuah pintu. Gio mencoba untuk membuka pintu itu dan usahanya sia-sia. Pintu itu terkunci rapat. Gio menyerah dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Gio sudah berada di kamarnya. Ia mulai mengamati satu persatu petunjuk itu. Dari buku harian itu, Gio tau nama pemiliknya adalah Jenny. Gadis bernama Jenny itu tinggal di panti asuhan karena orang tuanya telah meninggal dalam kecelakaan mobil. Gio bisa merasakan kesedihan gadis itu mengingat dirinya yang sudah tidak memiliki orang tua. Hanya informasi itu yang dapat ia temukan. Gio menghela napas panjang dan beranjak tidur karena merasa lelah.
Langit masih gelap dan terdengar pintu kamarnya terketuk dari luar. Gio masih tak sanggup bangkit tapi suara ketukan itu memaksanya untuk bangun. Gio pun bangun dan membuka pintu kamarnya. Ia mendapati Bu Wina bersama dua orang polisi juga Angel berada di depannya. Gio terkejut, namun Bu Wina memintanya untuk membiarkan kedua polisi itu untuk masuk. Angel segera menghampiri Gio dan menceritakan semua. Angel memaksa Bu Wina untuk membantunya mencari tau tentang keberadaan Jenny. Walaupun awalnya Bu Wina tidak mau, akhirnya ia setuju karena mengetahui Angel yang ternyata adalah sahabat Jenny. Gio mulai berpikir tapi seketika pikirannya hilang melihat kedua polisi itu menemukan ruang bawah tanah itu. Kedua polisi itu segera turun dan menemukan pintu yang tidak bisa dibuka oleh Gio. Sama seperti Gio, polisi itu tidak berhasil membukanya.
Akhirnya polisi itu memutuskan untuk pergi dan kembali lagi keesokan harinya. Sebelum polisi itu hilang dari pandangan Gio, ia menyerahkan bukti-bukti yang ia temukan juga foto itu yang disimpan oleh Angel. Angel tertunduk lemas melihat kedua polisi itu gagal memecahkan masalah ini. Gio segera membawa Angel keluar.
“Aku dan Jenny adalah sahabat baik”, ucap Angel tiba-tiba ketika berada di halaman depan.
“Jadi kau mengenalnya?”, tanya Gio. Pertanyaan itu membuat Angel terpaksa menceritakan kisahnya bersama Jenny. Mereka sudah lama menjalani persahabatan. Namun perceraian orang tua Angel membuatnya harus ke luar kota dan sejak saat itu ia tak pernah bertemu lagi dengan Jenny.
Gio kembali ke kamarnya. Ia terkejut melihat selembar kertas berada di meja kamarnya. Gio mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertera. ‘Selamatkan aku’ seketika tubuh Gio bergetar dan kertas itu terjatuh dari genggamannya. Kaki Gio tak sanggup melangkah. Ia ingin sekali keluar tapi seolah tak diizinkan.
Hari sudah kembali gelap. Malam ini Gio tidak tidur di kamarnya. Ia meminta izin untuk tidur dengan Dion dan Dion mengizinkannya.
Matahari kembali lagi. Gio segera bangkit dari tempat tidur dan bergegas menuju halaman depan. Ia mendapati beberapa polisi dan seorang lelaki tua turun dari mobil polisi. Mereka segera menuju kamar Gio bersama dengan Bu Wina. Mereka semua sudah tiba di ruang bawah tanah. Lelaki tua itu merogoh saku celananya dan memberikan sebuah kunci pada salah satu polisi itu. Polisi itu segera membuka pintu itu. Ketika pintu terbuka, semua yang ada di ruangan itu terkejut mendapati tilang belulang manusia dibalik pintu itu. Itu bukan pintu, melainkan sebuah peti. Polisi segera mengambil tulang-tulang itu dan segera pergi bersama leleki tua itu tanpa penjelasan.
Kejadian hari ini membuat Gio tersentak. Bahkan ia belum bisa mempercayai apa yang ia lihat pagi ini sama ketika ia melihat kakek dan neneknya yang sudah tak berdaya.
Keesokan harinya, Bu Wina meminta semua yang tinggal dipanti asuhan untuk mengenakan baju hitam dan menghadiri pemakaman yang Gio yakin adalah pemakaman Jenny. Mendengar itu Angel kembali menangis. Gio dan Dion yang tak tega melihat Angel segera menuntunnya sepanjang jalan menuju pemakaman.

2 komentar: