Terik
matahari menyilaukan seluruh kota membuat setiap mata segera menyipit. Siang
ini tetap menjadi siang yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Hanya saja entah
mengapa tiba-tiba Gio teringat oleh kedua orang tuanya yang tak pernah ia
temui. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia harus menjalani hidupnya
tanpa kedua orang tuanya. Ia hanya mengenal kakek dan neneknya yang telah
mengasuhnya sejak ia masih sangat kecil. Gio tidak bisa mengingat apapun
mengenai kedua orang tuanya. Begitu pula dengan kenangan-kenangan yang pernah
mereka lalui, tak satupun yang ia ingat. Bahkan setiap Gio menanyakannya pada
kakek ataupun neneknya mereka selalu bungkam. Gio tidak pernah mengerti maksud
dari semua ini. Hal inilah yang tiba-tiba datang dalam pikirannya dan
mengganggu setiap langkahnya menuju rumah.
“Apa
yang sedang kupikirkan”, gumam Gio pada dirinya sendiri dan seketika itu ia
menabrak seorang gadis yang berada tepat di hadapannya.
Brugg, suara itu mengagetkan setiap mata
yang berada disekitar Gio dan gio pun segera berdiri. Ia menjulurkan tangannya
pada gadis tersebut. Gadis itu pun menerima uluran tangan gio dan segera
berdiri.
“Maaf”,
ucap Gio
“Tak
apa”, jawab gadis berambut cokelat itu tanpa basa-basi dan segera pergi.
“Hei
tunggu”, seru Gio tapi gadis itu terus berjalan tanpa menoleh pada Gio
sedikitpun.
Gio
pun merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu. Tapi pikirannya tentang gadis
itu serentak menghilang ketika Gio ingat bahwa ia harus segera pulang karena
hari ini ia akan merayakan hari jadi kakek dan neneknya.
Gio
sudah berada tepat di gerbang rumahnya. Rumah itu tampak aneh, ramai oleh
manusia-manusia lain yang ia yakin bahwa mereka adalah tetangganya. Melihat
itu, Gio berlari medekat dan menemukan kakek dan neneknya sudah tak berdaya. Gio
tersentak, ia tidak bisa berpikir untuk sejenak itu. Setelah terdiam sesaat, ia
berlari meninggalkan rumah itu.
Gio
masih berlari, tak tau arah dan tujuan. Ia hanya terus berlari karena tak
sanggup menerima apa yang telah ia saksikan. Ia tak bisa membayangkan hidupnya
setelah ini, tanpa kedua orang tuanya, dan sekarang tanpa kakek dan neneknya.
Gio
tak mungkin tinggal sendiri. Ia tak mungkin bisa membiayai kebutuhannya sendiri
mengingat usianya yang masih muda itu. Pikirannya kacau untuk saat ini, ia masih
belum bisa memahami apa yang terjadi dalam hidupnya. Tiba-tiba langkahnya
terhenti begitu saja ketika melihat rumah yang ada di depannya. Gio tau tempat
apa itu. Ternyata langkah kakinya membawanya pada tempat dimana ia akan tinggal
untuk selanjutnya.
Sebuah
panti asuhan berada tepat dihadapannya. Langkah kakinya membawa Gio masuk ke
panti asuhan itu. Di sana terlihat sangat menyenangkan. Gio pun tergoda untuk
tinggal dipanti asuhan tersebut. Gio mencari-cari pengurus panti asuhan itu.
Akhirnya Gio menemukan ruangan yang ia yakin adalah kantor pengurus panti
asuhan. Gio mengetuk pintu ruangan itu dan terdengar suara dari dalam yang
memintanya untuk masuk.
“Hai,
selamat pagi”, seru seorang perempuan yang terlihat segar dengan badannya yang
besar.
“Hai”,
jawab Gio.
“Siapa
namamu nak?”, tanya perempuan itu.
“Gio”,
Gio menjawab.
“Baik
Gio, dengan siapa kau kemari?” tanyanya lagi.
“Aa.. ku.. se.. sendiri”, jawab Gio terbata-bata.
“Dimana
orang tuamu Gio?” perempuan itu terlihat bingung. Namun Gio tidak menjawab
pertanyaan perempuan itu.
“Baiklah
Gio, kau bisa tinggal di sini”, perempuan itu berkata seolah-oalh bisa membaca
pikiran Gio.
“Namaku
Wina, kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu Gio”, ucap perempuan
berbadan besar itu. Mendengar itu, Gio segera keluar dari ruangan itu dan ia
mendapati seorang gadis dibalik pintu yang ia buka. Gio tersentak kaget namun,
ia segera sadar bahwa kedatangannya pasti menjadi sebuah perhatian untuk
beberapa anak, dan salah satunya adalah gadis yang berada di depannya itu.
“Hai
Gio, benarkan itu namamu? Gio?”, sapa gadis itu.
“Hai,
benar itu namaku. Siapa namamu?”, tanya Gio.
“Aku
Angel, jadi kau akan tinggal bersama kami?”, tanya Angel dengan mata
berbinar-binar.
“Ya,
aku akan tinggal di sini”, jawaban Gio membuat Angel berteriak pada
teman-temannya memberi isyarat bahwa ada teman baru. Gio kaget melihat Angel
dan tangannya segera ditarik untuk keluar menuju halaman oleh gadis supel itu.
Gio merasa mendapatkan hal baru yang akan membuatnya bahagia untuk kedepannya.
Malam
pertama Gio di rumah barunya terasa menyenangkan. Begitu pula dengan
teman-temannya yang baru saja ia kenali hari ini tapi, mereka semua bersikap
baik padanya. Belum satu hari penuh Gio menjalani harinya di panti asuhan ini
tapi, ia merasa sudah tinggal lama. Akhirnya malam itu menjadi malam yang indah
bagi Gio.
Matahari
kembali bangun dari tidurnya. Mata Gio perlahan terbuka tak lupa dengan
senyuman yang tersungging dibibirnya. Pagi ini, pagi pertama Gio tanpa kakek
dan neneknya tapi ia tidak akan merasa kesepian. Gio sudah menemukan pengganti
keluarganya yang telah meninggalkannya sendiri. Sekarang ia tidak lagi memiliki
alasan untuk sedih ataupun merasa kesepian. Gio sudah menemukan orang yang
sayang terhadapnya yaitu teman-temannya dan tentu saja Bu Wina dan beberapa
pengurus lainnya.
Setelah
beberapa saat, Gio bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Ia
segera membasuh mukanya dan tiba-tiba terdengar suara seorang gadis
memanggilnya. Gio segera mencari-cari sumber suara terebut tapi, Gio tidak
menemukan apapun. Sesaat Gio berpikir mungkin itu hanya suara temannya yang
sengaja mengerjainya. Suara itu pun terdengar kembali dan kali ini semakin
jelas. Gio terus mencari-cari suara itu dan tetap saja tidak menemukan apapun.
Setelah pencariannya itu tidak berbuah apapun, Gio memutuskan untuk menemui
Angel.
Angel
sedang duduk si ruang makan sambil menikmati sarapannya. Melihat Gio yang
sepertinya sedang mencari-cari sesuatu, Angel memanggilnya. Gio segera
menghampirinya dengan berlari.
“Hei
ada apa Gio?”, tanya Angel.
“Aku
mengalami hal aneh!”, jawab Gio dengan yakin.
“Apa
yang baru saja kau katakan?”, tanya Angel terheran-heran.
“Ya,
aku mengalami hal an..”, ucapan Gio terpotong begitu saja saat Angel
menyeretnya keluar. Angel terus berjalan sambil memegang tangan Gio tanpa
memperdulikan Gio yang sedang protes terhadap tindakannya. Setelah sampai di
taman dengan sebuah kolam kecil tanpa ikan itu Angel mengeluarkan suaranya.
“Aku
tidak dapat mendengar suaramu dalam keramaian”, ucap Angel santai. Meskipun
gadis itu luar biasa supel, sikapnya bisa berubah mendadak menjadi sangat
dewasa.
“Maaf,
tapi apa yang aku katakan tadi benar. Aku mendengar suara perempuan saat aku
berada di kamar mandi dan saat aku mencarinya, aku tidak menemukan apapun. Kau
harus percaya itu!”, Gio bercerita sampai lupa bernafas.
“Aku
percaya”, jawab Angel.
“Jadi
kau percaya padaku? Jangan-jangan kau juga mengalaminya, benarkah itu?”,
jawaban Angel membuat Gio penasaran. Tanpa basa-basi Angel menceritakan semua
pada Gio. Pengalaman pertamanya saat bertempat tinggal di panti asuhan tempat
mereka tinggal.
Angel
datang pada siang hari. Sampai keesokan harinya semua terasa menyenangkan dan
baik-baik saja. Berbeda dengan malam kedua, saat itu Angel sedang duduk di
halaman depan panti asuhan dan terdengar suara yang sama dengan yang Gio
ceritakan. Angel segera mencari-cari sumber suara itu dan tidak menemukan
apapun. Paginya, Angel menceritakan hal itu pada Bu Wina tapi, ia tak pernah
berkomentar apapun dari cerita Angel. Malam selanjutnya pun masih sama. Suara
itu tetap terdengar dan tidak ada satupun yang mempercayainya. Sampai akhirnya
Angel menyerah dan tidak mendengar suara itu lagi.
Gio
merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bu Wina dan pengurus-pengurus yang
ada di panti asuhannya. Gio membuat beberapa dugaan bersama dengan Angel yang
tadinya memilih untuk tidak peduli dengan hal itu. Akhirnya ia dan Angel mecari
petunjuk untuk memecahkan miteri ini. Mereka juga mengajak beberapa teman tapi,
tak ada yang menanggapi ajakannya kecuali si rambut keriting, Dion. Ternyata
Dion juga mengalami hal serupa dan hal itu masih membuatnya penasaran hingga
saat ini.
Mereka
bertiga memulai penyelidikan itu dengan sekedar bertanya-tanya dengan
pengurus-penguru panti asuhan. Mulai dari Bu Wina, pak kebun, koki-koki panti
asuhan, satpam, juga anak-anak panti asuhan yang sudah tinggal lebih lama.
Sayangnya tak satupun dari mereka yang
mau memberinya sebuah petunjuk. Bahkan sedikitpun petunjuk. Hal itu membuat Angel
dan Dion ingin menyerah dari penyelidikan mereka yang tidak membuahkan hasil
apapun. Berbeda dengan Gio yang semakin yakin dengan dugaannya. Tak mungkin
tidak ada apa-apa jika mereka semua seolah-olah seperti menyembunyikan
sesuatu.Hari ini cukup untuk penyelidikan sia-sia itu. Gio dan Dion berjalan ke
kamar mereka dan memutuskan untuk beristirahat.
Belum
sampai matanya tertutup, Gio kembali mendengar suara itu. Suara yang
seolah-olah memakanya untuk bisa menemukannya. Gio bangkit dari tempat tidurnya
yang nyaman. Ia berjalan kea rah jendela kamarnya dengan piamanya yang
kebesaran. Tiba-tiba saja celananya tersangkut dilantai kamarnya yang terbuat
dari kayu. Seketika itu Gio jatuh dengan suara yang sangat mengganggu dirinya
sendiri. Gio merasa kesakitan dan ingin bangkit dari tempat ia terjatuh.
Niatnya terurungkan saat melihat lantai kayu kamarnya yang setengah terbuka
akibat dari celananya yang tersangkut itu. Gio segera mendekat ke lantai itu
dan mengetuknya. Setelah yakin, Gio mencoba mengangkat lantai kayu itu dan
usahanya sama sia-sianya dengan penyelidikannya hari ini. Karena hari sudah
malam dan matanya sudah memaksanya untuk terpejam, akhirnya Gio menyerah dan
tertidur pulas di lantai.
Suara
kokokan ayam mengagetkan Gio dari tidurnya yang lelap. Sejenak ia terheran
menemukan dirinya tertidur di lantai kamarnya. Ia segera menuju kamar mandi dan
bersiap untuk sarapan paginya. Gio sudah duduk di tempat makan sambil menikmati
roti bakar buatan Bu Fia yang sudah bekerja kurang lebih lima belas tahun di
panti asuhan itu. Setelah meminum susunya, Gio segera mencari sosok Angel.
Tepat ketika Gio berada di depan pintu depan, sebuah tangan lain meraih tangan
kanannya. Gio sudah yakin bahwa itu adalah Angel bahkan sebelum ia menoleh pada
pemilik tangan itu.
Angel
dan Gio sudah berada di dekat kolam tanpa ikan itu. Mereka berdua sama-sama tak
mengerti maksud dari kolam yang hanya berisikan air itu.
“Aku
mengalaminya lagi”, suara Angel memecahkan keheningan antara mereka. Tepat saat
itu Dion datang dan ikut mendengarkan cerita Angel. Gio tersentak mendengar
cerita Angel dan ia ingat dengan lantai kayu kamarnya yang setengah terbuka
itu. Gio segera mengajak Angel dan Dion menuju kamarnya. Sejenak Angel dan Dion
merasa aneh dengan kamar milik Gio. Lantai kamar Gio berbada dengan lantai
kamar lainnya. Begitu pula dengan perabotan yang ada di kamar Gio, semua tampak
berbeda. Gio segera menunjukkan lantai kamarnya yang setengah terbuka itu pada
Angel dan Dion.
“Pasti
ada sesuatu di bawah sana!”, seru Dion pada keduanya. Sementara Gio sibuk
mencari alat yang dapat membantunya untuk membuka lantai itu. Setelah
menemukannya, Gio segera kembali dan beruaha membukanya. Sepuluh menit berlalu
dan Gio bersama dengan Dion tidak berhasil membukanya. Tiba-tiba terdengar
suara lantai kayu yang terbuka dan serentak Gio bersama dengan Dion melihat kea
rah lantai itu. Angel telah berhasil membukanya. Ternyata gadis itu lebih
pintar darinya.
Gio
dan Dion segera menghampiri Angel dan melihat ke lantai yang sudah terbuka itu.
Dion benar, terdapat sebuah ruangan yang tampaknya sudah tua. Angel yang masih
memegangi lantai kayu itu menunjukkan ekspresi yang mengkhawatirkan bagi Gio
maupun Dion.
“Ada
apa Angel?”, tanya Dion.
“Lihatlah!”,
jawab Angel sambil mengulurkan lantai kayu kamar itu. Gio dan Dion terkaget
saat melihat cap yang berbentuk jari manusia dewasa di balik lantai kayu itu.
Keduanya semakin terkejut saat mengetahui cap itu dari darah yang sudah
mengering dan tertutupi oleh debu. Ketiganya saling pandang untuk sesaat.
“Kita
harus turun sekarang juga!”, suara Gio memecah ketegangan.
“Bbb..
baiklah”, jawab Dion terbata-bata yang diikuti dengan anggukan Angel. Dengan
ragu-ragu, Gio menuruni tangga yang menuju ruang bawah tanah itu disusul oleh
Dion dan Angel.
Setelah
semua sampai di ruangan itu, Gio segera mengarahkan kedua temannya untuk
mencari petunjuk di arah yang berlawanan. Mereka bertiga segera berpencar dan
mencari petunjuk. Tiga puluh menit sudah ketiganya dalam ruangan itu. Gio
menemukan beberapa tulisan tangan tanpa nama yang berceritakan tentang cerita
yang sama sekali tak bisa ia pahami. Gio terus mencari-cari sampai akhirnya
menemukan sebuah foto yang sudah kusam. Foto seorang gadis berambut panjang
dengan sebuah boneka beruang berwarna cokelat muda tersenyum ke arah kamera
yang memotonya. Gio segera memanggil kedua temannya dan menunjukkan foto itu.
Angel yang menerima foto itu sesaat terkejut melihat foto itu. Dion dan Gio
bingung melihat ekspresi wajah Angel.
“Gadis
ini…”, ucap Angel.
Mendengar
itu Gio memutuskan untuk kembali ke kamarnya dengan kedua temannya dan dengan
petunjuk pertamanya itu. Ketika lantai kayu itu tertutup kembali, terdengar
suara isak tangis Angel. Gio dan Dion saling pandang melihat temannya itu.
Ketika ditanya, tangis Angel semakin menjadi-jadi. Hal itu membuat keduanya
mengurungkan niat untuk bertanya. Mereka membiarkan Angel untuk menangis.
Ketika
tangis Angel sudah mereda, mereka bertiga segera keluar dari kamar Gio menuju
kantor panti asuhan tempat Bu Wina berada. Mereka sudah berada tepat di depan
pintu kantor itu. Gio segera mengetuknya dan Bu Wina mempersilahkan mereka
untuk masuk. Terlihat ekspresi wajah Bu Wina yang tidak seperti biasanya dan ia
segera bertanya pada ketiga anak di depannya.
“Ada
apa kalian kemari?”, tanya Bu Wina ingin tau. Tangan Angel terulur dan menaruh selembar
foto yang ditemukan oleh Gio. Melihat foto itu Bu Wina terkejut bukan
main. Ia menyuruh Angel untuk
menyingkirkan foto itu dari hadapannya. Gio dan Dion terheran-heran melihat
tingkat Bu Wina. Angel yang sedari tadi menundukkan wajahnya segera bersuara.
“Apa
ibu mengenal gadis itu? Gadis itu Jenny bukan? Dimana ia sekarang?”,
pertanyaan-pertanyaan itu begitu saja keluar dari mulut Angel. Mendengar ucapan
Angel, Gio dan Dion semakin bingung. Tiba-tiba Bu Wina menjerit memerintahkan
Angel, Gio, dan Dion untuk keluar dari ruangannya dan menyingkirkan foto itu.
Mereka
bertiga tidak bisa membantah Bu Wina. Dengan perasaan yang bercampur aduk
ketiganya meninggalkan Bu Wina sendiri. Gio dan Dion masih bingung dengan semua
ini. Angel kembali menangis dan Gio mengantarnya ke kamar Angel. Gio sempat
terkejut saat berada di kamar Angel. Kamar Angel memiliki lantai yang berbeda
dengan lantai kamarnya. Setelah Angel memutuskan untuk tidur, Gio segera keluar
dan menuju kamarnya. Ia masih penasaran dengan teka-teki ini. Gio memutuskan
untuk menuju ruang bawah tanah itu lagi. Gio sudah berada di dasar dan mulai
mencari petunjuk-petunjuk lain. Tak lama ia sudah mengumpulkan banyak petunjuk.
Mulai dari buku harian, lembaran-lembaran kertas, boneka, dan sebuah surat. Gio
memutuskan untuk kembali ke kamarnya saat ia mendapati sebuah kain putih
panjang menutupi sesuatu dibaliknya. Gio mengurungkan niatnya dan mendekati
kain itu. Sejenak ia berpikir dan akhirnya kedua tangan Gio meraih kain itu dan
menariknya. Gio terkejut melihat apa yang ada dibaliknya, sebuah pintu. Gio
mencoba untuk membuka pintu itu dan usahanya sia-sia. Pintu itu terkunci rapat.
Gio menyerah dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Gio
sudah berada di kamarnya. Ia mulai mengamati satu persatu petunjuk itu. Dari
buku harian itu, Gio tau nama pemiliknya adalah Jenny. Gadis bernama Jenny itu
tinggal di panti asuhan karena orang tuanya telah meninggal dalam kecelakaan
mobil. Gio bisa merasakan kesedihan gadis itu mengingat dirinya yang sudah
tidak memiliki orang tua. Hanya informasi itu yang dapat ia temukan. Gio
menghela napas panjang dan beranjak tidur karena merasa lelah.
Langit
masih gelap dan terdengar pintu kamarnya terketuk dari luar. Gio masih tak
sanggup bangkit tapi suara ketukan itu memaksanya untuk bangun. Gio pun bangun
dan membuka pintu kamarnya. Ia mendapati Bu Wina bersama dua orang polisi juga
Angel berada di depannya. Gio terkejut, namun Bu Wina memintanya untuk
membiarkan kedua polisi itu untuk masuk. Angel segera menghampiri Gio dan menceritakan
semua. Angel memaksa Bu Wina untuk membantunya mencari tau tentang keberadaan
Jenny. Walaupun awalnya Bu Wina tidak mau, akhirnya ia setuju karena mengetahui
Angel yang ternyata adalah sahabat Jenny. Gio mulai berpikir tapi seketika
pikirannya hilang melihat kedua polisi itu menemukan ruang bawah tanah itu.
Kedua polisi itu segera turun dan menemukan pintu yang tidak bisa dibuka oleh
Gio. Sama seperti Gio, polisi itu tidak berhasil membukanya.
Akhirnya
polisi itu memutuskan untuk pergi dan kembali lagi keesokan harinya. Sebelum
polisi itu hilang dari pandangan Gio, ia menyerahkan bukti-bukti yang ia
temukan juga foto itu yang disimpan oleh Angel. Angel tertunduk lemas melihat
kedua polisi itu gagal memecahkan masalah ini. Gio segera membawa Angel keluar.
“Aku
dan Jenny adalah sahabat baik”, ucap Angel tiba-tiba ketika berada di halaman
depan.
“Jadi
kau mengenalnya?”, tanya Gio. Pertanyaan itu membuat Angel terpaksa
menceritakan kisahnya bersama Jenny. Mereka sudah lama menjalani persahabatan.
Namun perceraian orang tua Angel membuatnya harus ke luar kota dan sejak saat
itu ia tak pernah bertemu lagi dengan Jenny.
Gio
kembali ke kamarnya. Ia terkejut melihat selembar kertas berada di meja
kamarnya. Gio mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertera. ‘Selamatkan aku’ seketika tubuh Gio
bergetar dan kertas itu terjatuh dari genggamannya. Kaki Gio tak sanggup
melangkah. Ia ingin sekali keluar tapi seolah tak diizinkan.
Hari
sudah kembali gelap. Malam ini Gio tidak tidur di kamarnya. Ia meminta izin untuk
tidur dengan Dion dan Dion mengizinkannya.
Matahari
kembali lagi. Gio segera bangkit dari tempat tidur dan bergegas menuju halaman
depan. Ia mendapati beberapa polisi dan seorang lelaki tua turun dari mobil
polisi. Mereka segera menuju kamar Gio bersama dengan Bu Wina. Mereka semua
sudah tiba di ruang bawah tanah. Lelaki tua itu merogoh saku celananya dan
memberikan sebuah kunci pada salah satu polisi itu. Polisi itu segera membuka
pintu itu. Ketika pintu terbuka, semua yang ada di ruangan itu terkejut
mendapati tilang belulang manusia dibalik pintu itu. Itu bukan pintu, melainkan
sebuah peti. Polisi segera mengambil tulang-tulang itu dan segera pergi bersama
leleki tua itu tanpa penjelasan.
Kejadian
hari ini membuat Gio tersentak. Bahkan ia belum bisa mempercayai apa yang ia
lihat pagi ini sama ketika ia melihat kakek dan neneknya yang sudah tak
berdaya.
Keesokan
harinya, Bu Wina meminta semua yang tinggal dipanti asuhan untuk mengenakan
baju hitam dan menghadiri pemakaman yang Gio yakin adalah pemakaman Jenny.
Mendengar itu Angel kembali menangis. Gio dan Dion yang tak tega melihat Angel
segera menuntunnya sepanjang jalan menuju pemakaman.
0 komentar: