p ILUSI SMASA: Indonesia, Unity in Diversity, I Love Indonesia

Minggu, 04 November 2012

Indonesia, Unity in Diversity, I Love Indonesia

Setiap jam 3 dini hari sebelum ayam berkokok, dia melawan dingin. Dia terbangun dari tidur nyenyak dan seharusnya masih berada di alam mimpi, kalau bukan karena ‘kewajiban’ yang harus ditunaikan setiap harinya. Bersiap-siap dengan senjata yang dulu lebih mematikan dari pada yang digunakannya sekarang, sukumpulan lidi yang telah bersatu menjadi sapu lidi, sapu ijuk, serokan sampah.
Setiap hari, pertigaan Sayang itu selalu bersih setiap pagi dan menjadi kotor karena perbuatan makhluk yang lebih keji dari pada setan pada akhir hari. Membuang sampah sembarangan, jika mereka bangun tiap dini hari dan menyaksikan perempuan renta itu membersihkan jalan maka hati nurani akan berkata tidak untuk membuang sampah sembarangan disitu.
Perempuan renta yang diumurnya yang lebih dari delapan puluh tahun itu masih memiliki semangat dalam dirinya yang menularkan kepada setiap orang yang terbangun pada subuh hari dan menunaikan sholat subuh di Mesjid di dekat perempuan penyapu itu. Dia bukan tukang sapu yang dibayar pemerintah, karena tidak ada petugas kebersihan disekitar sini (yang bekerja secara ikhlas), dia hanya peduli terhadap lingkungan dimana orang-orang sekitar mengaku sebagai ‘kelompok anti pemanasan global’ atau “Green Peace” atau apalah nama mereka yang mengaku cinta lingkungan tetapi malah menelantarkan lingkungan dan membuatnya menjadi lebih tercemar dibandingkan dengan sebelum mereka mengaku sebagai kelompok pecinta lingkungan tersebut.
Peduli lingkungan dapat dilakukan dengan cara sederhana, membuang sampah pada tempatnya dan ikut membersihkan lingkungan sekitar.
Tidak adakah makhluk yang peduli dengan lingkungan seperti seorang perempuan tadi? Yang bahkan tidak tahu apa itu cinta lingkungan atau pemanasan global atau efek rumah kaca, yang dia tahu hanya bagaimana caranya supaya setiap kali dia memandang ke sekitar lingkungan tempat tinggalnya, keadaan tetap bersih tanpa sampah-sampah meskipun dia tidak bisa menghilangkan polusi kendaraan bermotor.
Mak Ephoy, begitulah orang-orang memanggilnya, tidak ada yang tahu nama aslinya, tanggal pasti lahirnya, tapi dia sudah ada dan memiliki suami ketika Belanda dan Jepang menjajah Indonesia. Dia ikut perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannya, ikut memegang senjata dan menembak musuh, mempertahankan kedaulatan Indonesia di tanah Priangan. Suaminya hilang dihutan, tidak diketemukan sampai dengan detik ini. Sekarang dia tinggal bersama anak dan cucunya, dia sejarah, dia pejuang (tanpa tanda jasa), dia mencintai Indonesia lebih dari yang lain tahu mengenai arti cinta itu sendiri.
Dia ada sebelum daerah ini bernama “Jatinangor: Kawasan Pendidikan”, dia ada sebelum hutan dan kebun teh menjadi jalan dan pertigaan Sayang.
Dia menjadi saksi perjuangan, sehingga dia tahu betul menjaga tanah air ini, pengorbanan tanpa menuntut hak begitulah cara sederhana mencintai Indonesia.
Jatinangor, 08 Desember 2008
—————
9 September 2009
Mak Ephoy wafat, menemui sang pencipta,
setelah mencari tahu akhirnya saya mengetahui beliau memiliki nama asli :
E. Rasmanah binti Enjoh 1933 - 2009 (tanggal lahir tidak diketahui)
Tulisan ini dipersembahkan untuknya.

itulah salah satu cara untuk mencintai Indonesia, bagaimana denganmu?


0 komentar: